Artikel

FAMTRIP JATENG ON THE SPOT (JOTS) WISATA RELIGI BERSAMA ASITA JAWA BARAT

Share this Post:

Famtrip Jateng On The Spot (JOTS) kembali diselenggarakan Disporapar Provinsi Jawa Tengah perdana di Tahun 2025, selama 3 hari 2 malam mulai tanggal 20-22 Mei 2025 dengan melibatkan 20 peserta Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (ASITA) Provinsi Jawa Barat. Kali ini wisata religi menjadi pilihan potensi yang besar untuk dikembangkan dan dipromosikan secara aktif destinasi wisata religi unggulan di Provinsi Jawa Tengah, khususnya di Kota Semarang, Kabupaten Semarang, Kabupaten Demak dan Kabupaten Kudus kepada wisatawan luar Provinsi Jawa Tengah (Kamis, 22/05/2025)

Dihari pertama (20/5), kami mengunjungi Makam Ki Ageng Pandanaran, yang terletak di Kota Semarang. Ki Ageng Pandanaran merupakan salah satu tokoh penting pendiri Kota Semarang. Berdirinya Semarang tak lepas dari babat alas yang dilakukan Ki Ageng Pandanaran berlokasi di Pulang Tirang atau Tirang Ngampar yang kini menjadi Mugas sekitar abad ke-16. Kemudian kami melanjutkan kunjungan ke Sendang Kalimah Toyyibah, yang juga dikenal sebagai Sendang Nyatnyono. Sendang ini terletak di satu kawasan dengan makam Syaikh Hasan Munadi, tepatnya di Desa Nyatnyono, Kabupaten Semarang, beliau merupakan salah satu ulama besar yang berperan dalam penyebaran Islam di Jawa. Melanjutkan perjalanan ke Masjid Agung Semarang atau yang biasa dikenal Masjid Kauman Semarang merupakan salah satu masjid yang menjadi daya tarik wisata religi bagi para wisatawan. Masjid tertua di Kota Semarang yang berdiri sejak tanggal 13 November 1890. Setelah itu kunjungan terakhir kami di hari pertama di Makam Syaikh Maulana Jumadil Kubro.

Dihari kedua (21/5), berangkat waktu fajar menuju Makam Syaikh Abdullah Mudzakir, tepatnya di Desa Bedono, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak, dengan menyeberangi menggunakan perahu untuk mencapai lokasi. Diangkat dari cerita sejarah bahwa Syaikh Abdullah Mudzakir dikenal sebagai salah satu ulama besar yang berjasa dalam penyebaran agama Islam di kawasan pesisir Pantai Utara (Pantura) Jawa Tengah, khususnya di wilayah Demak. Uniknya makam ini adalah lokasinya yang terletak di tengah-tengah kawasan yang rawan abrasi. Seiring dengan meningkatnya ancaman abrasi di sepanjang pantai utara Jawa, banyak area di Desa Bedono yang perlahan-lahan tenggelam. Namun, makam Syaikh Abdullah Mudzakir tetap kokoh berdiri dan menjadi tempat yang sering dianggap keramat oleh masyarakat sekitar. Fenomena ini semakin memperkuat keyakinan spiritual di kalangan masyarakat yang menganggap makam ini dilindungi secara gaib.

Kemudian melanjutkan ke Pendopo Notobratan, kami langsung disambut oleh penampilan Tari Jamu Coro warisan budaya asli Kabupaten Demak. Disekitar area pendopo ini ada yang menarik berupa Lumbung Padi. Bangunan yang diperuntukkan menyimpan padi sebelum diolah menjadi beras tersebut merupakan Lumbung Padi tertua se-Asia Tenggara dan menjadi salah satu cagar budaya milik Demak yang belum pernah mengalami pemugaran maupun penambahan apapun sepanjang berdirinya. Kunjungan selanjutnya kami ke Masjid Agung Demak yang merupakan masjid tertua di Pulau Jawa. Masjid ini dibangun oleh Raden Patah dan Wali Songo pada abad ke-15 dan digunakan sebagai tempat berkumpul oleh Wali Songo. Mengawali dari ziarah Makam Sultan Trenggono, lalu ke Makam Sultan Fatah. Setelah itu langsung menuju Makam Sunan Kalijaga yang merupakan salah satu anggota Wali Songo, yakni Kanjeng Sunan Kalijaga, beliau yang berjasa menyebarkan agama islam di pulau Jawa. Makam Sunan Kalijaga berada di lingkungan Kadilangu Kabupaten Demak yang dikelola oleh pihak Yayasan. Area Makam Sunan Kalijaga ramai akan wisatawan religi pada hari-hari penting, seperti Penjamasan Kutang Antokusumo dan Keris Kyai Carubug, Prosesi Ancakan jelang Hari Raya Idul Adha, dan Ruwatan.

Sebelum melanjutkan trip hari ketiga, sore menjelang waktu maghrib kami menuju Makam Sunan Muria yang berada di puncak Gunung Muria, tepatnya Desa Colo, Kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus. Sunan Muria adalah salah seorang wali penyebar Islam di Jawa yang tergabung dalam kelompok Wali Songo. Untuk berziarah ke Makam Sunan Muria, pengunjung harus melangkah ratusan anak tangga untuk mencapai kompleks makam atau menggunakan ojek sepeda motor dari terminal Colo. Setelah itu dilanjutkan dengan agenda Gala Dinner di Graha Muria, kami saling bertukar pikiran bersama rekan-rekan ASITA Jabar dan tak lupa melibatkan pelaku wisata lokal dengan tujuan untuk memajukan pariwisata di Jawa Tengah (21/5)

Paginya (22/5), kami mengunjungi Museum Kretek Kudus yang terletak di Desa Getas Pejaten, Kecamatan Jati (22/5). Museum ini menyimpan beragam koleksi yang mengisahkan tentang perkembangan kretek di tanah Jawa. Kemudian menuju Masjid Menara Kudus, yang dibangun pada tahun 956 H/ 1549 M. Uniknya arsitektur Masjid Menara Kudus merupakan perpaduan antara Hindu, Arab, dan Islam. Di kompleks Masjid Menara Kudus juga terdapat Makam Sunan Kudus yang menjadi tujuan ziarah warga dari berbagai daerah dan negara. Selain Sunan Kudus, di Kompleks pemakaman tersebut juga disemayamkan para senopati dan tokoh-tokoh ulama di Kudus. Jeep Wisata Kudus (JWK) menjadi penutup pada trip wisata religi JOTS kali ini. Indahnya lereng gunung Muria semakin asyik dijelajahi dengan komintas JWK. Menyusuri jalan setapak di hutan dan perbukitan, atau susur sungai dengan Jeep 4x4 menjadi pengalaman yang mendebarkan dan seru untuk wisatawan.

#JOTS  #JatengOnTheSpot2025  #JelajahJatengSekarang  #NgopeniNglakoni

LINK TERKAIT